Minggu, 15 April 2018

Demodekosis pada Anjing



Penyakit Demodekosis merupakan penyakit kulit pada anjing yang paling sulit diberantas atau disembuhkan secara total. Hal ini disebabkan karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal ekor (folikel) rambut anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit kulit lainnya.


Parasit demodekosis semua stadium, dari telur, larva, nympha, tungau (parasit dewasa) menghuni folikel rambut dan kelenjar lemak penderita, sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa tuntas. Pengobatannya harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan tidak kambuh lagi.

Demodekosis merupakan penyakit peradangan kulit yang disertai keadaan imunodefisiensi dan dicirikan dengan demodeks yang berlebihan di dalam kulit.

Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh tungau Demodex canis. Merupakan bagian dari fauna normal kulit anjing dan jumlahnya sangat sedikit pada anjing sehat.

Siklus hidup tungau seluruhnya berlangsung pada kulit dan berada dalam folikel rambut namun kadang-kadng kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat apokrin.

Untuk mempertahankan hidupnya tungau memakan sel-sel (dengan mmenggerogoti bagian epitel dan merusak ke dalam kelenjar asini.

Demodekosis dikenal 2 tipe yaitu demodekosis lokal dan demodekosis general.

Demodekosis Lokal, dikenal juga dengan demodekosis skuamosa berupa aplopesia melingkar pada satu atau beberapa tempat berukuran kecil, eritema, daerah tersebut bersisik dan mungkin saja tidak nyeri atau nyeri, kebanyakan ditemukan pada wajah dan kaki depan. Sifat penyakit ini kurang ganas dan kebanyakan kasus ini bias pulih secara spontan.

Demodekosis General, biasanya berawal dari lesi lokal dan bila lesi tidak mengalami mendapat perawatan memadai akan menjadi lesio yang meluas.

Cara penularan
Demodex canis merupakan penghuni normal kulit. Penularan terjadi karena kontak langsung dari induk ke anak-anaknya yang sedang menyusui selama dua sampai tiga hari masa-masa awal kehidupannya.

Tungau bahkan sudah bisa ditemukan pada folikel rambut anak anjing yang baru berumur 16 jam.

Tungau pertama kali ditemukan pada pipi (muzzle) anjing, hal ini menunjukkan betapa pentingnya kontak langsung saat menyusui agar tungau bisa ditularkan.

Anak anjing yang dilahirkan dengan bedah Caesar dan dibesarkan jauh dari induknya tidak memiliki tungau pada kulitnya, hal ini menunjukkan bahwa penularan tidak terjadi di dalam uterus. Begitu juga tidak ditemukan pada kulit anak anjing yang baru dilahirkan.

Gejala klinis
Demodekosis lokal
Pada awalnya kulit mengalami eritema lokal dan alopesia sebagian. Bisa saja terjadi pruritis atau bahkan tidak gatal, dan daerah tersebut mungkin saja ditutupi oleh sisik-sisik kulit yang berwarna keperakan.

Tempat kerusakan kulit yang paling sering adalah pada wajah khususnya di daerah sekeliling mata (periokuler) dan pada sudut mulut (komisura). Kerusakan berikutnya pada kaki depan.
Kebanyakan anjing yang berumur 3 sampai 6 bulan dapat sembuh sendirinya tanpa pengobatan, namun sejumlah kasus bisa berkembang menjadi bentuk general.

Demodekosis general
Biasanya sifat penyakit sangat parah dan dapat berakhir dengan kematian. Penyakit diawali sebagai demodekosis lokal, kemudian berkembang dan bertambah parah. Sejumlah lesi muncul pada kepala, kaki, badan. Setiap makula yang terjadi akan meluas dan membuat kerontokan-kerontokan kulit yang meluas.

Tungau yang berkembang di dalam akar rambut akan menyebabkan terjadi folikulitis. Apabila pyoderma sekunder memperparah keadaan lesi ini, oedema dan keropeng akan menggantikan kerontokan rambut sebelumnya menjadi plaques. Bila folikulitis terjadi dan menghasilkan eksudat akan terbentuk keropeng yang tebal.

Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa dengan pemeriksaan kerokan kulit di bawah mikroskop. Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi kulit.

Melalui biopsi kulit dapat diketahui tingkatan perifolikulitis, folikulitis dan furunkulitis. Folikel rambut yang menderita akan dipenuhi oleh tungau demodeks.

Diagnosa banding
Penyakit ini jarang dikelirukan dengan penyakit lain, karena pada saat melakukan pengerokan kulit dapat ditemukan adanya tungau.

Pyoderma biasanya mirip demodekosis, dan setiap folikulitis hendaknya selalu dicurigai akan adanya demodekosis. Infeksi dermatofita biasanya menyerupai kerontokan rambut demodekosis lokal.

Demodekosis dapat dikelirukan dengan abrasi dan jerawat (acne) pada wajah anjing muda.
Dermatitis seborrheik lokal sangat mirip dengan demodekosis lokal, demikian juga pemfigus kompleks dan epidermolisis belosa simpleks yang merupakan lesi pada wajah bisa dikelirukan dengan demodekosis.

Pengobatan
Demodekosis lokal dapat diobati dengan pengobatan topikal dengan salep rotenone ringan (good winol ointment) atau lotion lindane dan benzyl benzoale yang diusapkan pada daerah-daerah yang mengalami kebotakan.

Pada demodekosis yang sudah bersifat general tidak mudah untuk diobati, dan memerlukan waktu sehingga penyakit ini bisa dikendalikan namun tidak selalu dapat disembuhkan. Pengobatan yang dapat diberikan yaitu amitraz (mitaban) yang diaplikasikan dengan memandikan anjing dan dilap dengan larutan amitraz.

Terapi lainnya apabila amitraz tidak berhasil yaitu menggunakan senyawa organofosfat ronnel, larutann Trichlorfon (negovon) 3 % dengan memandikan anjing.

Apabila pustula terjadi bersamaan dengan demodekosis general perhatian hendaknya diberikan terhadap adanya infeksi ikutan bakteri, dan yang paling sering menginfeksi adalah Staphylococcus aureus. Obat yang paling efektiif adalah cephalosporin, eritromisin, lincomisin dan chloramfenikol.

Sabtu, 14 April 2018

Canine Parvovirus Pada Anjing



Canine parvovirus merupakan penyakit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.

Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal, polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm.

Patogenesa
Penularan penyakit biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ limfoid.

Pada percobaan laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi. 

Peningkatan antibodi serum memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan pemulihan kesehatan individu.

Epidemiologi
Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.

Cara penularan
Penularan umumnya melalui jalur mulut-anus, yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang, pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan intra-uterine.

Morbiditas dan mortalitas
Morbiditas CPV enteritis umumnya tinggi namun mortalitasnya rendah. Pada anjing-anjing muda mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada anjing dewasa 1-2 %.

Pada CPV miokarditis yang pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka mortalitas dan morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya titer antibodi pada hewan bunting yang mungkin mencegah mereka dari infeksi. Semakin banyak induk yang memiliki titer antibodi tinggi maka semakin sedikit kasus infeksi yang muncul pada anjing-anjing muda.

Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat timbul dari penyakit ini dikenal 2 jenis yaitu enteritis berdarah dan miokarditis nonsupuratif. 

Kematian mendadak pada anjing berumur di bawah 8 minggu merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada kasus miokarditis non supuratif akut. Kegagalan jantung sub akut disertai gangguan pernafasan dan seringkali disertai kematian dalam waktu 24-48 jam dapat terjadi pada anjing berumur diatas 8 minggu. 

Pada anjing remaja dan dewasa dapat terjadi kegagalan jantung kongestif disertai kerusakan otot jantung.

Berdasarkan derajat keparahannya, CPV enteritis dibedakan atas 3 jenis yaitu sedang, akut dan perakut. 

Mencret dan muntah disertai bau khas dan perdarahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada anjing penderita. Gejala lainnya berupa lesu, penurunan nafsu makan, leucopenia, demam dan dehidrasi.

Pada penderita per akut dapat terjadi kematian segera, sementara pada kasus sedang mungkin terjadi kesembuhan dalam beberapa minggu. Infeksi menyeluruh yang gejalanya serupa dengan sindroma ataksik pada kucing namunkejadiannya sangat jarang.

Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis, identifikasi virus dan penentuan antibodi spesifik.

Secara laboratorium, identifikasi virus dilaksanakan melalui pemanfaatan berbagai metode yang ada seperti histopatologi, isolasi virus pada biakan sel, uji hemaglutinasi, pewarna imun, elektronmikroskopi, uji ELISA dan biakan molekuler.

Sementara metode serologi yang digunakan untuk mendiagnosa CPV meliputi uji hambatan hemaglutinasi, hemolisis radial, netralisasi, flouresensi, radio imun, fiksasi komplemen dan presipitasi imun serta ELISA.

Pencegahan dan pemberantasan
Diare dan muntah secara berlebihan berpengaruh sangat buruk bagi hewan penderita CPV enteritis. Anjing seringkali mati karena dehidrasi. Pemberian larutan garam dan gula faali akan sangat membantu penderita untuk melewati masa kritis yang biasanya berlangsung 2-5 hari.

Pemberian vitamin dan gizi yang baik, penempatan pasien pada ruangan yang hangat dan nyaman serta pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder sangat dianjurkan.

Pencegahan dilakukan melalui desinfeksi alat dan bahan tercemar, perbaikan status gizi dan kesehatan hewan serta pelaksanaan program imunisasi secara teratur. Penggunaan formalin, fenol dan Na-hipoklorit untuk fumigasi atau penyemprotan dapat menekan kasus infeksi baru.

Distemper pada Anjing



Distemper anjing adalah penyakit yang sangat menular pada anjing dan karnivora lainnya. Distemper anjing merupakan penyakit viral yang paling umum pada anjing dan sedikit anjing yang benar-benar terisolasi tidak terpapar atau terinnfeksi oleh virus ini.


Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Morbilivirus. Virus distemper digolongkan ke dalam keluarga besar Paramyxoviridae dan berkerabat secara antigenik dan biofisik dengan virus campak (Measles) manusia dan virus sampar sapi (Rinderpest).

Virus ini tersusun atas RNA, bentuk simetri helikal, beramplop, virus ini agak labil dan aktifitasnya dapat dirusak oleh panas, kekeringan, deterjen, pelarut lemak dan desinfektan.

Patogenesa
Virus distemper anjing terutama ditularkan secara aerosol dan droplet infektif yang berasal dari sekresi tubuh hewan penderita sehingga infeksi menyebar sangat cepat diantara anak-anak anjing yang peka. Gambaran umum yang ditimbulkan oleh virus ini adalah suatu keadaan tertekannya kekebalan (imunosupresif).

Tertekannya kekebalan karena terjadinya perbanyakan virus di dalam jaringan limfoid selama masa inkubasi. Gejala-gejala yang khas distemper akut biasanya muncul bila anjing penderita distemper berhasil menekan kekebalan anjing terinfeksi tersebut.

Infeksi ikutan oleh bakteri sebagai akibat telah tertekannya kekebalan anjing kerap mendorong munculnya sejumlah gejala klinis yang menyertai distemper. Disamping itu infeksi bakteri juga akan memperbesar tingkat mortalitas.

Selain terjadinya infeksi ikutan oleh bakteri, kejadian toksoplasmosis, koksidiosis, enteritis viral dan infeksi mikoplasma yang bersamaan dengan infeksi distemper akan memperparah akibat penekanan system kekebalan pada anjing penderita.

Gejala klinis
Masa inkubasi sampai munculnya gejala klinis distemper akut biasanya 14-18 hari. Setelah anjing terpapar dan terinfeksi, akan terjadi demam singkat dan leucopenia yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-7 tanpa munculnya gejala klinis.

Suhu tubuh akan kembali normal pada hari ke-7 dan ke-14, setelah itu suhu tubuh akan naik untuk kedua kalinya disertai konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, anoreksia, dehidrasi dan penurunan berat badan.

Leleran okulonasal yang mukopurulen dan pneumonia sering terjadi sebagai akibat infeksi ikutan oleh bakteri. Kuman Bordetella bronchiseptica umum ditemukan pada anjing distemper. Tutul-tutul kemerahan pada kuliit yang kemudian berkembang menjadi pustule bisa bias ditemukan, khususnya pada abdomen.

Gejala-gejala terjadinya ensefalitis bisa muncul dengan beragam bentuk. Mioklonus atau mengerejatnya otot tanpa dikendali anjing tampak mendadak seperti mengunyah permen karet, ataksia, inkoordinasi, berpusing-pusing, hyperesthesia, kekakuan pada otot, selalu merasa ketakutan dan kebutaan menjadi gejala-gejala syaraf yang paling umum dijumpai pada penderita distemper.

Selain distemper menyebabkan ensefalitis akut dan subakut, distemper juga menimbulkan bentuk ensefalitis kronis dengan gejala meliputi inkoordinasi, kelemahan kaki belakang, matanya tidak tanggap terhadap suatu ancaman benda baik unilateral maupun bilateral, kedudukan kepala miring, nistagmus, paralisis wajah, tremor kepala tanpa disertai mioklonus.

Bentuk lain ensefalitis kronis adalah “old dog encephalitis” dengan gejala klinis gangguan penglihatan dan kurang tanggapnya mata terhadap ancaman suatu benda secara bilateral.

Diagnosa
Diagnosa distemper akut dan subakut biasanya berdasarkan riwayat penyakit dan gejala klinis. Pemeriksaan oftalmoskopik bisa melacak terjadinya chorioretinitis dengan daerah degenerasi berwarna abu-abu sampai merah muda pada tapetum atau fundus nontapetum dalam suatu kejadian penyakit yang akut.

Suatu diagnosa pasti yang dibuat dengan melacak keberadaan virus distemper pada sel-sel epitel dengan pemeriksaan zat kebal berpendar (fluorescent antibody) atau dengan mengisolasi virus.

Pencegahan dan Pengobatan
Obat-obat antivirus atau bahan-bahan kemoterapetika yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan yang spesifik untuk anjing distemper hingga kini belum tersedia. Antibiotic spectrum luas bisa diberikan untuk mengendalikan infeksi bakteri ikutan, disamping pemberian cairan elektrolit, vitamin B dan suplementasi nutrisi untuk suatu terapi suportif.

Selain itu pemberian vitamin C dan dietil ether bermanfaat dalam pengobatan distemper. Pemberian Dexamethasone dilaporkan memberikan sejumlah manfaat dalam mengobati anjing pasca distemper yang disertai gejala-gejala syaraf pemberian vaksin distemper MLV (modified live virus) secara intravena memberikan hasil yang baik.

Untuk pencegahan dilakukan vaksinasi dengan vaksin MLV. Dosis tunggal vaksin distemper MLV memberikan kekebalan anjing-anjing yang tidak memiliki zat kebal terhadap distemper dan peka terhadap penyakit ini.

Dengan vaksinasi sekitar 50 % anak anjing bisa dikebalkan terhadap distemper saat berumur 6 minggu, sekitar 75 % saat berumur 9 minggu dan lebih dari 95 % di atas usia 13 minggu.

Vaksinasi diberikan pada anjing saat berumur 5-7 minggu diikuti pemberian vaksin dengan selang pemberian 3-4 minggu hingga berumur 14 minggu dan vaksin ulangan setiap tahun. Jadwal seperti demikian akan memberikan kekebalan anjing terhadap distemper dan titer kebal akan bertahan lama setelah terjadinya tanggapan terhadap vaksinasi ulangan (booster).

Jumat, 13 April 2018

Penyakit Respirasi Kompleks pada Kucing



Penyakit ini dikatakan kompleks karena kucing yang yang sakit selain sakit pernafasan juga ditemukan ikutan lainnya, seperti konjungtivitis, lakrimasi, salvias dan ulserasi oral.


Penyebab yang paling sering menyebabkan masalah seperti di atas adalah feline viral rhinotracheitis (FVR), feline calicivirus infection (FCV), feline pneumonitis (Chlamydia psittaci) dan Mycoplasma.

Etiologi
Infeksi saluran respirasi atas sekitar 40-45 % disebabkan oleh FVR dan FCV dan sisanya disebabkan oleh Chlamydia psittaci, Mycoplasma dan reovirus
.
Cara Penularan
Penularan penyakit umumnya melalui aerosol,  muntahan, pemeliharaan yang tercemar hewan sakit kemudian secara tidak langsung menularkan ke kucing sehat.

Masa inkubasi infeksi FVR dan FCV berkisar 2-6 hari, sedangkan pneumonitis 5-10 hari. Adanya stress yang terjadi pada hewan penderita kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya infeksi ikutan.

Gejala Klinis
Infeksi FVR ditandai dengan demam sampai 40,5°C, kucing sering bersin. Konjungtivitis dan rhinitis yang timbul didahului oleh leleran serous, kemudian berubah menjadi mukopurulen. Kucing tampak depresi dan anoreksia.

Pada kucing yang sakitnya parah ditemui ulseratif stomatitis yang berlangsung 5-10 hari dan bisa bertahan sampai 6 minggu.

Infeksi calicivirus memunculkan gejala yang sangat beragam. Galur virus calici yang predileksinya pada rongga mulut dan jaringan subepitel jaringan paru-paru terjadi ulserasi pada lidah, langit-langit menjadi keras dan nostril menimbulkan ulserasi.

Sedangkan infeksi pada paru-paru dapat menimbulkan oedema pulmonum atau pneumonia interstisialis.
Galur virus calici lainnya dapat menimbulkan “limping syndrome” yaitu menimbulkan gejala pincang, demam ringan, dan rasa nyeri pada sendi. Kucing yang diserang biasanya yang berumur 8-12 minggu.

Galur lainnya menimbulkan lymphocytic-plasmacytic gingivitis yang disertai dengan stomatitis, terjadinya demam, nafsu makan turun dan depresi.

Infeksi Chlamydia psittaci menimbulkan gejala yang menonjol berupa konjungtivitis, leleran mata serous atau mukopurulen.

Infeksi Mycoplasma bisa menyerang mata dan saluran respirasi bagian atas, yang ditandai dengan oedema yang parah pada konjungtiva dan rhinitis yang terjadi sifatnya kurang parah. Kejadian penyakit respirasi kompleks pada kucing jarang ditemukan kejadiannya pada hewan tua atau hewan yang telah diimunisasi dengan baik.

Diagnosa
Diagnosa penyakit berdasarkan tanda-tanda berupa bersin, konjungtivitis, rhinitis, lakrimasi, salivasi, ulkus mulut dan dispnoea.

Pada FVR cenderung menimbulkan gangguan pada konjungtiva dan saluran hidung, virus calici menyebabkan gangguan pada mukosa mulut dan saluran respirasi bagian bawah. Chlamydia menimbulkan konjungtivitis ringan yang kronis.

Diagnosa yang tepat terhadap penyakit ini dengan melakukan isolasi dan identifikasi agen penyebab.

Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan ditekankan untuk memperbaiki kondisi tubuh (terapi suportif). Pengobatan dengan antibiotika berspektrum luas misalnya pemberian tetrasiklin dapat melawan infeksi ikutan terhadap Chlamydia.

Untuk menghilangkan sekresi yang liat (tenacious) dapat dilakukan nebulisasi, atau pemberian tetes hidung ephedrine sulfat dalam larutan 0,25 % yang dikombinasikan dengan antibiotika mampu menurunkan leleran hidung.

Salep mata yang mengandung antibiotik dapat diberikan 5-6 kali sehari untuk mencegah iritasi kornea dari eksudat yang mongering.

Kucing yang menderita dispnoea perlu diberikan terapi oksigen dan apabila terjadi dehidrasi diberikan terapi cairan. Esofagotomi dan pencucian lambung pada kucing yang sakitnya parah dapat dilakukan untuk meringankan penyakit.

Antihistamin dapat diberikan per oral pada kucing dewasa maupun pada anak kucing diawal kejadian penyakit.

Pencegahan dilakukan dengan melaksanakan vaksinasi dengan vaksin FVR-FCV parenteral:
pada anak divaksin saat umur 3-4 minggu dan diulang 3-4 minggu kemudian sampai di atas 2 minggu.
Sedangkan kucing di atas 9 minggu dilakukan imunisasi langsung dan diulang 3 minggu kemudian. Ulangan selanjutnya dilakukan setiap tahun.

Vaksin tetes FVR-FCV, diteteskan langsung ke dalam kantung konjuntiva dan lubang hidung. Imunisasi di bawah umur 12 minggu biasanya menimbulkan bersin-bersin setelah 4-7 hari imunisasi.- Imunisasi diulang saat kucing berusia 12 minggu dan imunisasi selanjutnya dilakukan setiap tahun.

Vaksin lain yang sering digunakan yaitu kombinasi FVR-FCV dengan feline Panleukopenia, yang tersedia berbentuk aktif dan inaktif dan diberikan secara parenteral. Vaksin lain juga tersedia yaitu kombinasi vaksin Chlamydia-FVR-FCV-dan feline Panleukopenia.