Anjing merupakan salah satu hewan
peliharaan atau kesayangan yang banyak digemari orang, karena anjing relatif
mudah dipelihara. Anjing bagi sebagian orang dipelihara sebagai teman dan ada
juga memelihara sebagai keperluan lain, misalnya saja sebagai penjaga malam.
Saat sekarang anjing semakin banyak
difungsikan untuk pengintaian atau anjing pelacak, misalnya digunakan oleh
polisi fungsi-fungsi keamanan mulai dari pengendusan dugaan adanya narkoba,
melacak bom bahkan para teroris atau pengacau keamanan.
Namun demikian anjing sebagai makhluk hidup
harus dirawat dan selalu diperhatikan kesehatan maupun makanannya. Anjing yang
sehat tentu akan menyenangkan untuk sekedar menemani kita bercanda-gurau atau
jalan pagi misalnya, tetapi anjing yang sakit tentu akan membuat kita sedih dan
merasa khawatir jangan-jangan anjing kita tidak bisa sehat dan tidak bisa kita
pelihara lagi.
Nah, karena itu kesehatan anjing harus
diperhatikan, mulai dari vaksinasinya harus diketahui dan dijadwalkan, makan
dan minum harus cukup dan mendapat asupan gizi yang baik. Di samping itu
pemeliharaan dengan kandang serta lingkungan yang terawat bersih harus juga
diperhatikan. Namun demikian kadang kala anjing yang kita rawat dengan baik
tidak 100 % terhindar dari penyakit. Berikut beberapa penyakit yang sering
menjangkiti anjing baik anjing liar maupun anjing yang dipelihara.
Distemper
Distemper anjing adalah penyakit anjing
yang sangat menular pada anjing dan karnivora lainnya. Distemper anjing
merupakan penyakit viral yang paling umum pada anjing dan sedikit anjing yang
terinfeksi oleh virus ini.
Penyakit ini disebabkan oleh Morbilivirus
yang digolongkan ke dalam keluarga besar Paramyxoviridae dan berkerabat secara
antigenik dan biofisik dengan virus campak (Measles) manusia dan virus sampar
sapi (Rinderpest).
Virus ini tersusun atas RNA, bentuk simetri
helikal, beramplop, virus ini agak labil dan aktifitasnya dapat dirusak oleh
panas, kekeringan, deterjen, pelarut lemak dan desinfektan
Hepatitis Menular (Infectious Canine
Hepatitis/ICH)
Hepatitis menular pada anjing telah
tersebar luas di dunia, dengan gejala beragam dari yang ringan berupa demam dan
pembendungan membrane mukosa sampai bentuk parah, depresi, leucopenia yang
jelas dan bertambah lamanya waktu beku darah.
Infectious Canine Hepatitis disebabkan oleh
virus Canine Adeno Virus-1 (CAV-1). Virus ini termasuk virus DNA, tidak
beramplop dan secara antigenic berkerabat dengan CAV-2 penyebab
tracheobronchitis menular pada anjing.
Hepatitis menular gejalanya beragam dari
demam ringan sampai mematikan. Masa inkubasi 4-9 hari. Gejala berupa demam
diatas 40 °C dan berlangsung 1-6 hari, biasanya bersifat bifasik, terjadi
takikardia dan leukopenia.
Gejala lainnya berupa apatis, anoreksia,
kehausan, konjungtivitis, leleran serous dari hidung dan mata, kadang-kadang
disertai nyeri lambung, muntah juga dapat terjadi serta ditemukan oedema
subkutan daerah kepala, leher dan dada.
Gejala respirasi biasanya tidak tampak pada
anjing yang menderita ICH.
Pada anjing yang pulih, biasanya makan
dengan baik namun pertumbuhan badan berjalan lambat. Tujuh sampai sepuluh hari
setelah gejala akut mulai hilang, sekitar 25% anjing yang pulih akan mengalami
kekeruhan (opasitas) kornea dan bisa hilang secara spontan.
Coccidiosis
Penyakit Coccidiosis atau berak darah
merupakan penyakit radang usus halus dan sering menyerang anak anjing. Anak
anjing yang terserang adalah anak anjing umur 1 sampai 8 bulan, sedangkan
anjing yang lebih tua atau dewasa lebih tahan terhadap penyakit ini. Gejala
menciri dari penyakit ini adalah menurunnya nafsu makan, kotoran encer
berlendir sampai berlendir.
Penyakit berak darah biasanya bersifat
kronis, timbulnya penyakit dan berat tidaknya gejala yang ditimbulkannya
tergantung banyak sedikitnya oocyt isospora yang tertelan. Anak anjing peka
terhadap penyakit ini, pada anjing dewasa tidak menimbulkan gejala klinis yang
jelas, tetapi akan menjadi sumber penularan penyakit permanen (carier).
Penyebab penyakit ini adalah parasit dari
golongan Isospora, yaitu Isospora canis dan Isospora bigemina. Parasit ini
hidup dan berkembang biak pada usus halus.
Demodekosis
Penyakit kulit Demodekosis merupakan
penyakit kulit pada anjing yang paling sulit diberantas atau disembuhkan secara
total. Hal ini disebabkan karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal
ekor (folikel) rambut anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit
kulit lainnya.
Parasit demodekosis semua stadium, dari
telur, larva, nympha, tungau (parasit dewasa) menghuni folikel rambut dan
kelenjar lemak penderita, sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa
tuntas. Pengobatannya harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan
tidak kambuh lagi.
Demodekosis merupakan penyakit peradangan
kulit yang disertai keadaan imunodefisiensi dan dicirikan dengan demodeks yang
berlebihan di dalam kulit.
Penyakit ini disebabkan oleh tungau Demodex
canis. Merupakan bagian dari fauna normal kulit anjing dan jumlahnya sangat
sedikit pada anjing sehat.
Siklus hidup tungau seluruhnya berlangsung
pada kulit dan berada dalam folikel rambut namun kadang-kadng kelenjar sebaseus
dan kelenjar keringat apokrin. Untuk mempertahankan hidupnya tungau memakan
sel-sel (dengan mmenggerogoti bagian epitel dan merusak ke dalam kelenjar
asini.
Demodekosis dikenal 2 tipe yaitu
demodekosis lokal dan demodekosis general.
Demodekosis Lokal atau demodekosis skuamosa
berupa aplopesia melingkar pada satu atau beberapa tempat berukuran kecil,
eritema, daerah tersebut bersisik dan mungkin saja tidak nyeri atau nyeri, kebanyakan
ditemukan pada wajah dan kaki depan. Sifat penyakit ini kurang ganas dan
kebanyakan kasus ini bias pulih secara spontan.
Demodekosis General, biasanya berawal dari
lesi lokal dan bila lesi tidak mengalami mendapat perawatan memadai akan
menjadi lesio yang meluas.
Infeksi Herpesvirus
Penyakit ini menyebabkan kematian yang
tinggi pada anak anjing yang baru lahir dan dikenal juga dengan nama Neonatal
canine herpesvirus infection dan Fading puppy syndrome.
Pada anjing dewasa virus menyebabkan
infeksi laten. Agen penyebab untuk pertama kali diisolasi di USA dalam tahun
1965 dari anak anjing baru lahir dan mati. Sesudah itu virus ditemukan di
banyak negara eropa.
Hingga sekarang hanya dikenal satu virus
herpes pada anjing yang dinamakan canine herpesvirus (CHV) yang termasuk
herpesvirus golongan A. CHV bereplikasi dalam biakan sel anjing, menimbulkan
CPE dan membentuk badan inklusi intranuklear.
Leptospirosis
Penyakit ini dikenal dengan nama penyakit
Tifus anjing, penyakit Stuttgart dan Ikterus Menular.
Infeksi biasanya disebabkan oleh virus
leptospira dari galur (serovar) canicola atau copenhageni yang merupakan
kelompok sera ikterohemoragi. Di samping itu galur Pomona, grippotyphosa dan
ballum telah diisolasi dari anjing-anjing di Amerika Serikat.
Infeksi karena canicola atau copenhageni
diketahui menyerang banyak populasi anjing. Galur copenhageni sering
menyababkan leptospirosis tipe hemoragi dan ikterus. Tikus coklat merupakan
reservoir utama copenhageni di Amerika, sedangkan anjing menjadi reservoir
untuk galur canicola.
Masa inkubasi 5-15 hari dan anjing
terserang bisa dari berbagai tingkatan umur. Pada penyakit yang mendadak gejala
yang terlihat adalah kelesuan, anoreksia, muntah, demam 39,5-40,5 °C dan
disertai konjungtivitis ringan.
Penyakit Kutil
Penyakit kutil atau Papilomatosis adalah
penyakit viral yang menular pada hewan muda dan disertai pertumbuhan liar pada
kulit atau selaput lendir. Penyakit ini banyak ditemukan pada banyak jenis
hewan.
Penyakit ini juga dikenal dengan nama
Warts, Infectious Verrucae.
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang
tergolong dalam papilomavirus. Virus tersebut mempunyai sifat resisten.
Penyakit kutil pada anjing harus
diperhatikan karena penampilan anjing akan sangat jelek dengan kutil-kutil yang
berkembang di dalam mulut. Masa inkubasi 1-2 bulan. Penyakit ini sangat menular
dan terutama menyerang anjing muda. Dalam suatu kennel biasanya semua anjing
dapat tertular.
Penyakit Cacing Cambuk (Trichuris)
Penyakit ini disebabkan oleh cacing cambuk,
termasuk golongan Trichuris sp. Penyakit cacing cambuk biasanya bersifat kronis
(menahun), hal ini dikarenakan siklus hidup cacing cambuk agak lama. Pada
cacing lain untuk menjadi dewasa hanya membutuhkan waktu beberapa minggu saja,
tetapi pada cacing cambuk membutuhkan waktu lebih lama, kira-kira 10 minggu.
Karena waktu yang dibutuhkan sampai dewasa
cukup lama maka untuk memberantas cacing cambuk secara tuntas lebih sulit.
Untuk diketahui bahwa obat cacing hanya
dapat membunuh cacing dewasa saja, sehingga telur cacing yang masih tersisa
akan menjadi cacing dewasa lagi. Karena hal itu maka pemberian obat cacing
harus berkala, sehingga dapat membunuh setiap cacing dewasa yang ada dan
sebelum sempat bertelur kembali.
Biasanya cacing cambuk hanya menyerang
anjing dewasa saja, jarang menyerang anak anjing umur 2-3 bulan.
Penularan cacing cambuk umumnya karena
tertelan telur cacing. Telur-telur cacing mencemari alas kandang, tempat makan
dan minum, dan lingkungan sekitar rumah. Penularan karena telur tertelan
kemudian masuk ke dalam perut dan selama 1 bulan baru menetas, selanjutnya
masuk ke dalam usus halus menjadi dewasa setelah 10 minggu lamanya dan akhirnya
menetap hingga 16 bulan di usus besar dan menimbulkan gejala penyakit.
Penyakit Cacing Pita (Cestoda)
Penyakit cacing pita tidak begitu
membahayakan dan tidak langsung menimbulkan gejala penyakit, akan tetapi
merupakan penyakit yang sulit diberantas secara tuntas dan bersifat menahun.
Timbulnya gejala penyakit cacing pita
tergantung dari jumlah cacing pita yang menyerang, kondisi anjing, umur anjing,
ras dan lingkungan. Hamper semua anjing dewasa pernah terserang cacing ini,
tetapi kebanyakan tidak menimbulkan gejala klinis. Biasanya anjing yang banyak
kutu pada tubuhnya juga diserang penyakit cacing pita. Pada anak anjing
kemungkinan terserang penyakit cacing pita kecil sekali.
Penyakit ini disebabkan oleh cacing pita
yang umumnya termasuk dalam golongan Dipylidium dan Echinococcus.
Cacing Dipylidium caninum
Bentuk cacing ini seperti pita panjang
berbuku-buku. Cacing dewasa terdapat dalam usus halus anjing dan kucing,
kadang-kadang terdapat pada usus manusia terutama anak-anak. Proglottida
(buku-buku atau ruas-ruas) yang di dalamnya berisi telur cacing terlepas dan keluar
bersama tinja dan kadang-kadang proglottida ini melekat di sekitar anus,
bentuknya seperti biji mentimun.
Kutu anjing (Trichodectes canis dan larva
pinjal anjing (Ctenoephalides canis) memakan telur-telur cacing yang melekat di
sekitar anus dan bulu anjing. Di dalam saluran pencernaan, kutu dan pinjal
telur-telur cacing ini akan menetas berimigrasi dan berdiam dalam tubuh kutu
dan pinjal sebagai kista (cysticercoid) yang berekor dan infektif.
Penularan kepada anjing, kucing dan
anak-anak terjadi karena anjing, kucing dan anak-anak menelan kutu atau pinjal
dewasa yang tubuhnya mengandung cysticercoid.
Dalam usus anjing cysticercoids tadi
berkembang menjadi cacing pita dewasa dalam waktu 3 minggu.
Cacing Echinococcus granulosus
Cacing ini mempunyai 3 sampai 5 ruas,
cacing ini termasuk cacing yang berukuran pendek. Cacing dewasa terdapat dalam
usus halus anjing, serigala, fox dan beberapa binatang liar pemakan daging.
Penyakit Cacing Tambang (Ancylostomiasis)
Penyakit ini merupakan penyakit cacingan
yang paling banyak menyerang anjing dewasa dan menimbulkan kerugian.
Hampir semua anjing dewasa mengidap
penyakit ini dengan jumlah bervariasi dengan derajat gangguan penyakitnya yang
bervariasi juga. Penyakit cacing tambang biasanya bersifat kronis dan kematian
anjing umumnya disebabkan oleh adanya infeksi sekunder baik oleh bakteri maupun
virus.
Gejala yang menciri dari penyakit ini
adalah nafsu makan turun, lesu, pucat, anemia, bulu kusam, mata berair, bila
diikuti infeksi sekunder terlihat mencret berlendir dan berdarah dan radang
paru-paru.
Penyakit ini disebabkan oleh golongan
cacing Ancylostoma sp, biasa disebut cacing tambang atau gelang.
Cacing tambang selalu menyerang pada usus
halus, menghisap darah dan meninggalkan jejas, menimbulkan radang pada usus
halus dan pendarahan sehingga mengakibatkan mencret berdarah.
Bila telur cacing tambang menetas, larva
cacing yang infektif dapat menembus kulit, mengikuti aliran darah sampai ke
hati dan paru-paru. Bila anjing batuk cacing akan tertelan masuk ke perut kemudian
berdiam di usus halus, dan selanjutnya di usus cacing menjadi dewasa.
Larva cacing juga dapat masuk ke dalam
kelenjar air susu induk sehingga waktu induk anjing menyusui akan menularkan
pada anaknya yang menyusu.
Larva cacing dapat pula menular melalui
makanan yang tertelan anjing lewat pencemaran pada alas kandang, tempat makanan
dan minuman.
Penyakit Cacing Ascaris
Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang
termasuk dalam golongan Toxocara. Penyakit cacing anjing atau dikenal sebagai
Ascariasis adalah penyakit cacing bulat banyak menyerang anak anjing terutama
yang berumur 1 sampai 5 bulan, dimana hampir semua anak anjing terserang cacing
Ascaris.
Akibat serangan cacing ini tergantung besar
kecilnya jumlah cacing yang menyerang dan menimbulkan gejala nyata. Pada anjing
dewasa agak lebih tahan terhadap penyakit cacingan.
Pada anak anjing yang menderita
batuk-batuk, telah diobati tetapi tidak sembuh-sembuh maka perlu dicurigai
terserang cacingan karena terdapat larva pada paru-parunya. Hamper 80%
pemeriksaan kotoran anak anjing mengandung telur cacing Ascaris.
Penularan biasanya melalui telur cacing
yang tanpa sengaja tertelan karena telur cacing mencemari tempat makanan dan
minuman, kandang dan lain-lain.
Penularan juga dapat melalui induk semasa
dalam masa kebuntingan, dan pada waktu anak lahir sudah tertular cacingan.
Proses penularan pertama kali melalui telur
tertelan, kemudian telur menetas dalam perut. Cacing ini berusaha menembus
dinding usus lalu masuk ke dalam saluran darah dan mengikuti aliran darah
sampai di hati.
Di hati cacing ini berusaha menembus hati
dan berusaha mencapai paru-paru, melalui aliran darah paru-paru memecah
pembuluh darah kapiler kemudian masuk sampai ke kantung udara paru-paru. Cacing
ini terus melanjutkan perjalanannya ke saluran pernafasan atas mencapai
kerongkongan dan akhirnya tertelan kembali masuk ke perut dan menjadi dewasa di
dalam usus.
Dalam usus cacing ini berkembang biak dan
juga menimbulkan gangguan pada usus. Parah tidaknya gangguan penyakit tersebut
tergantung dari banyak tidaknya cacing yang terdapat dalam usus tersebut. Makin
banyak cacing dalam perut makin parah gangguannya.
Cacing Jantung (Dirofilaria immitis)
Dirofilaria immitis khususnya pada anjing
telah banyak diketahui dan dilaporkan, baik yang menyangkut epidemiologi, sifat
penyakit, siklus hidup dan penularan, sifat antigen, interaksi parasit dan
inang, teknik diagnostic dan terapi pengobatannya.
Nematoda Filaria, Dirofilaria immitis
dikenal juga sebagai Filaria sanguinis atau Dirofilaria lousianensis, merupakan
suatu cacing dari genus Dirofilaria penyebab Canine Heartworm Disease (CHD)
pada anjing dan Human Pulmonary Dirofilariasis (HPD) atau Tropical Pulmonary
Iosinophilia pada manusia.
Cacing dewasa ini umumnya terdapat pada
anjing hampir di seluruh dunia, khususnya di daerah subtropis dan tropis.
Infeksi alami pada anjing sehat diawali oleh gigitan nyamuk Anopheles dan Culex
yang membawa larva microfilaria infektif stadium 3 (L3).
Larva tersebut kemudian berkembang di dalam
jaringan subkutan dan fasia intramuskuler penderita selama kurang lebih 2 bulan
kemudian menjadi bentuk “immature” dan mulai migrasi ke ventrikel kanan jantung
dan arteri pulmonalis. Pematangan atau maturitas cacing terjadi setelah 6-8
bulan pascainfeksi. Cacing betina menjadi cacing dewasa dan menghasilkan
microfilaria yang dapat ditemukan dalam darah.
Canine Parvovirus
Canine parvovirus merupakan penyakit yang
penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan
menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan
peternakan anjing komersial.
Penyakit ini disebabkan oleh Canine
Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV merupakan virus
menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal, polarisasi
positif dan berdiameter 20-28 nm.
Penularan penyakit biasanya melalui dua
jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah mengalami replikasi di
beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok Payer, virus
selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya
tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ
limfoid.
Pada percobaan laboratorium, viremia dapat
dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3
sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3
pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai
konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi.
Peningkatan antibodi serum memiliki dampak
yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan pemulihan kesehatan
individu.
Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak
Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada
pertengahan tahun 1978.
Penularan umumnya melalui jalur mulut-anus,
yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang,
pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan
melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan intra-uterine.
Rabies
Penyakit Rabies adalah penyakit menular dan
bersifat zoonosis, dapat menulari manusia melalui gigitan hewan perantara yang
terinfeksi rabies (HPR). Hewan penderita rabies menyerang apa saja yang ada di
dekatnya, termasuk manusia yang dianggap mengganggu. Rabies ini menyerang
susunan syaraf pusat yang ditandai dengan gejala syaraf, photopobia, agresif,
hydrophobia dan biasanya diakhiri kematian. Semua hewan berdarah panas termasuk
manusia sangat peka terhadap virus ini.
Penyebab rabies adalah virus yaitu genus
Rhabdovirus. Rabies menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur
yang mengandung virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut
masuk ke dalam tubuh menuju otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar ludah
melalui syaraf sentrifugal serta ke pancreas.
Gejala penyakit rabies dapat dikelompokkan
menjadi 3 stadium penyakit, yaitu
Stadium I (taraf prodromal atau melankolik)
Pada stadium ini anjing terlihat berubah
sifat dari biasanya. Anjing yang biasanya lincah tiba-tiba menjadi pendiam,
pada yang tenang menjadi gelisah, menjadi penakut, bersifat dingin tetapi
agresif.
Kadang-kadang terlihat lemas, malas, nafsu
makan berkurang, temperatur tubuh agak naik, senang bersembunyi ditempat gelap
dan teduh. Tidak menurut perintah atau panggilan pemiliknya. Terlihat geram
(gigi mengkerut-kerut seperti mau menggigit sesuatu, kadang lari kian kemari
bila terkejut berusaha menggigit.
Stadium II (taraf eksitasi)
Pada stadium ini anjing menjadi lebih
agresif, dan gejala klinis dapat berubah dalam setengah hari sampai tiga hari,
gejala iritasi berubah menjadi kegeraman. Takut sinar dan air, senang
bersembunyi di bawah kolong, senang memakan benda-benda asing (misalnya: besi,
kayu, batu, jerami, dll). Bila dirantai akan berusaha berontak menggigit rantai
agar bisa lepas, menggonggong dan suaranya berubah lebih parau, kadang-kadang
suaranya seperti lolongan serigala, karena terjadi kelumpuhan ototnya,
kesulitan menelan.
Bila anjing itu lepas dia akan melarikan
diri dan berjalan terus sepanjang hari dan bila diganggu akan menyerang apa
saja, berakhir dengan kelelahan dan sempoyongan. Kejang-kejang, telinga lebih
kaku, ekor menjadi lebih kaku dan menjulur ke bawah selangkang.
Stadium III (taraf paralisis)
Stadium ini ditandai dengan kelumpuhan yang
berlanjut pada otot bagian kepala sehingga terlihat mulut saling menutup, lidah
terjulur terus sehingga air liurnya selalu menetes, menggantung dan berbusa,
mata menjadi agak juling atau melotot, kelumpuhan berlanjut pada otot-otot
tubuh sehingga terlihat sempoyongan, kejang-kejang, koma dan antara 2-4 hari
kemudian mati karena kelumpuhan pada otot pernafasannya.
Bila anjing dicurigai menderita rabies,
maka anjing jangan dipegang. Dalam banyak hal gejala klinis tidak lengkap, 20%
kejadian stadium eksitasi atau tidak terlihat/sangat pendek dan stadium
paralisis mulai terlihat tanpa gejala-gejala yang mendahuluinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar