Jumat, 13 April 2018

Penyakit Pada Anjing



Anjing merupakan salah satu hewan peliharaan atau kesayangan yang banyak digemari orang, karena anjing relatif mudah dipelihara. Anjing bagi sebagian orang dipelihara sebagai teman dan ada juga memelihara sebagai keperluan lain, misalnya saja sebagai penjaga malam.

Saat sekarang anjing semakin banyak difungsikan untuk pengintaian atau anjing pelacak, misalnya digunakan oleh polisi fungsi-fungsi keamanan mulai dari pengendusan dugaan adanya narkoba, melacak bom bahkan para teroris atau pengacau keamanan.

Namun demikian anjing sebagai makhluk hidup harus dirawat dan selalu diperhatikan kesehatan maupun makanannya. Anjing yang sehat tentu akan menyenangkan untuk sekedar menemani kita bercanda-gurau atau jalan pagi misalnya, tetapi anjing yang sakit tentu akan membuat kita sedih dan merasa khawatir jangan-jangan anjing kita tidak bisa sehat dan tidak bisa kita pelihara lagi.

Nah, karena itu kesehatan anjing harus diperhatikan, mulai dari vaksinasinya harus diketahui dan dijadwalkan, makan dan minum harus cukup dan mendapat asupan gizi yang baik. Di samping itu pemeliharaan dengan kandang serta lingkungan yang terawat bersih harus juga diperhatikan. Namun demikian kadang kala anjing yang kita rawat dengan baik tidak 100 % terhindar dari penyakit. Berikut beberapa penyakit yang sering menjangkiti anjing baik anjing liar maupun anjing yang dipelihara.

Distemper
Distemper anjing adalah penyakit anjing yang sangat menular pada anjing dan karnivora lainnya. Distemper anjing merupakan penyakit viral yang paling umum pada anjing dan sedikit anjing yang terinfeksi oleh virus ini.
Penyakit ini disebabkan oleh Morbilivirus yang digolongkan ke dalam keluarga besar Paramyxoviridae dan berkerabat secara antigenik dan biofisik dengan virus campak (Measles) manusia dan virus sampar sapi (Rinderpest).
Virus ini tersusun atas RNA, bentuk simetri helikal, beramplop, virus ini agak labil dan aktifitasnya dapat dirusak oleh panas, kekeringan, deterjen, pelarut lemak dan desinfektan


Hepatitis Menular (Infectious Canine Hepatitis/ICH)
Hepatitis menular pada anjing telah tersebar luas di dunia, dengan gejala beragam dari yang ringan berupa demam dan pembendungan membrane mukosa sampai bentuk parah, depresi, leucopenia yang jelas dan bertambah lamanya waktu beku darah.
Infectious Canine Hepatitis disebabkan oleh virus Canine Adeno Virus-1 (CAV-1). Virus ini termasuk virus DNA, tidak beramplop dan secara antigenic berkerabat dengan CAV-2 penyebab tracheobronchitis menular pada anjing.

Hepatitis menular gejalanya beragam dari demam ringan sampai mematikan. Masa inkubasi 4-9 hari. Gejala berupa demam diatas 40 °C dan berlangsung 1-6 hari, biasanya bersifat bifasik, terjadi takikardia dan leukopenia.

Gejala lainnya berupa apatis, anoreksia, kehausan, konjungtivitis, leleran serous dari hidung dan mata, kadang-kadang disertai nyeri lambung, muntah juga dapat terjadi serta ditemukan oedema subkutan daerah kepala, leher dan dada.

Gejala respirasi biasanya tidak tampak pada anjing yang menderita ICH.
Pada anjing yang pulih, biasanya makan dengan baik namun pertumbuhan badan berjalan lambat. Tujuh sampai sepuluh hari setelah gejala akut mulai hilang, sekitar 25% anjing yang pulih akan mengalami kekeruhan (opasitas) kornea dan bisa hilang secara spontan.

Coccidiosis
Penyakit Coccidiosis atau berak darah merupakan penyakit radang usus halus dan sering menyerang anak anjing. Anak anjing yang terserang adalah anak anjing umur 1 sampai 8 bulan, sedangkan anjing yang lebih tua atau dewasa lebih tahan terhadap penyakit ini. Gejala menciri dari penyakit ini adalah menurunnya nafsu makan, kotoran encer berlendir sampai berlendir.

Penyakit berak darah biasanya bersifat kronis, timbulnya penyakit dan berat tidaknya gejala yang ditimbulkannya tergantung banyak sedikitnya oocyt isospora yang tertelan. Anak anjing peka terhadap penyakit ini, pada anjing dewasa tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, tetapi akan menjadi sumber penularan penyakit permanen (carier).

Penyebab penyakit ini adalah parasit dari golongan Isospora, yaitu Isospora canis dan Isospora bigemina. Parasit ini hidup dan berkembang biak pada usus halus.

Demodekosis
Penyakit kulit Demodekosis merupakan penyakit kulit pada anjing yang paling sulit diberantas atau disembuhkan secara total. Hal ini disebabkan karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal ekor (folikel) rambut anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit kulit lainnya.

Parasit demodekosis semua stadium, dari telur, larva, nympha, tungau (parasit dewasa) menghuni folikel rambut dan kelenjar lemak penderita, sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa tuntas. Pengobatannya harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan tidak kambuh lagi.

Demodekosis merupakan penyakit peradangan kulit yang disertai keadaan imunodefisiensi dan dicirikan dengan demodeks yang berlebihan di dalam kulit.

Penyakit ini disebabkan oleh tungau Demodex canis. Merupakan bagian dari fauna normal kulit anjing dan jumlahnya sangat sedikit pada anjing sehat.

Siklus hidup tungau seluruhnya berlangsung pada kulit dan berada dalam folikel rambut namun kadang-kadng kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat apokrin. Untuk mempertahankan hidupnya tungau memakan sel-sel (dengan mmenggerogoti bagian epitel dan merusak ke dalam kelenjar asini.

Demodekosis dikenal 2 tipe yaitu demodekosis lokal dan demodekosis general.
Demodekosis Lokal atau demodekosis skuamosa berupa aplopesia melingkar pada satu atau beberapa tempat berukuran kecil, eritema, daerah tersebut bersisik dan mungkin saja tidak nyeri atau nyeri, kebanyakan ditemukan pada wajah dan kaki depan. Sifat penyakit ini kurang ganas dan kebanyakan kasus ini bias pulih secara spontan.

Demodekosis General, biasanya berawal dari lesi lokal dan bila lesi tidak mengalami mendapat perawatan memadai akan menjadi lesio yang meluas.
Infeksi Herpesvirus
Penyakit ini menyebabkan kematian yang tinggi pada anak anjing yang baru lahir dan dikenal juga dengan nama Neonatal canine herpesvirus infection dan Fading puppy syndrome.
Pada anjing dewasa virus menyebabkan infeksi laten. Agen penyebab untuk pertama kali diisolasi di USA dalam tahun 1965 dari anak anjing baru lahir dan mati. Sesudah itu virus ditemukan di banyak negara eropa.

Hingga sekarang hanya dikenal satu virus herpes pada anjing yang dinamakan canine herpesvirus (CHV) yang termasuk herpesvirus golongan A. CHV bereplikasi dalam biakan sel anjing, menimbulkan CPE dan membentuk badan inklusi intranuklear.

Leptospirosis
Penyakit ini dikenal dengan nama penyakit Tifus anjing, penyakit Stuttgart dan Ikterus Menular.
Infeksi biasanya disebabkan oleh virus leptospira dari galur (serovar) canicola atau copenhageni yang merupakan kelompok sera ikterohemoragi. Di samping itu galur Pomona, grippotyphosa dan ballum telah diisolasi dari anjing-anjing di Amerika Serikat.

Infeksi karena canicola atau copenhageni diketahui menyerang banyak populasi anjing. Galur copenhageni sering menyababkan leptospirosis tipe hemoragi dan ikterus. Tikus coklat merupakan reservoir utama copenhageni di Amerika, sedangkan anjing menjadi reservoir untuk galur canicola.

Masa inkubasi 5-15 hari dan anjing terserang bisa dari berbagai tingkatan umur. Pada penyakit yang mendadak gejala yang terlihat adalah kelesuan, anoreksia, muntah, demam 39,5-40,5 °C dan disertai konjungtivitis ringan.

Penyakit Kutil
Penyakit kutil atau Papilomatosis adalah penyakit viral yang menular pada hewan muda dan disertai pertumbuhan liar pada kulit atau selaput lendir. Penyakit ini banyak ditemukan pada banyak jenis hewan.
Penyakit ini juga dikenal dengan nama Warts, Infectious Verrucae.

Penyakit ini disebabkan oleh virus yang tergolong dalam papilomavirus. Virus tersebut mempunyai sifat resisten.

Penyakit kutil pada anjing harus diperhatikan karena penampilan anjing akan sangat jelek dengan kutil-kutil yang berkembang di dalam mulut. Masa inkubasi 1-2 bulan. Penyakit ini sangat menular dan terutama menyerang anjing muda. Dalam suatu kennel biasanya semua anjing dapat tertular.

Penyakit Cacing Cambuk (Trichuris)
Penyakit ini disebabkan oleh cacing cambuk, termasuk golongan Trichuris sp. Penyakit cacing cambuk biasanya bersifat kronis (menahun), hal ini dikarenakan siklus hidup cacing cambuk agak lama. Pada cacing lain untuk menjadi dewasa hanya membutuhkan waktu beberapa minggu saja, tetapi pada cacing cambuk membutuhkan waktu lebih lama, kira-kira 10 minggu.
Karena waktu yang dibutuhkan sampai dewasa cukup lama maka untuk memberantas cacing cambuk secara tuntas lebih sulit.
Untuk diketahui bahwa obat cacing hanya dapat membunuh cacing dewasa saja, sehingga telur cacing yang masih tersisa akan menjadi cacing dewasa lagi. Karena hal itu maka pemberian obat cacing harus berkala, sehingga dapat membunuh setiap cacing dewasa yang ada dan sebelum sempat bertelur kembali.
Biasanya cacing cambuk hanya menyerang anjing dewasa saja, jarang menyerang anak anjing umur 2-3 bulan.
Penularan cacing cambuk umumnya karena tertelan telur cacing. Telur-telur cacing mencemari alas kandang, tempat makan dan minum, dan lingkungan sekitar rumah. Penularan karena telur tertelan kemudian masuk ke dalam perut dan selama 1 bulan baru menetas, selanjutnya masuk ke dalam usus halus menjadi dewasa setelah 10 minggu lamanya dan akhirnya menetap hingga 16 bulan di usus besar dan menimbulkan gejala penyakit.

Penyakit Cacing Pita (Cestoda)
Penyakit cacing pita tidak begitu membahayakan dan tidak langsung menimbulkan gejala penyakit, akan tetapi merupakan penyakit yang sulit diberantas secara tuntas dan bersifat menahun.
Timbulnya gejala penyakit cacing pita tergantung dari jumlah cacing pita yang menyerang, kondisi anjing, umur anjing, ras dan lingkungan. Hamper semua anjing dewasa pernah terserang cacing ini, tetapi kebanyakan tidak menimbulkan gejala klinis. Biasanya anjing yang banyak kutu pada tubuhnya juga diserang penyakit cacing pita. Pada anak anjing kemungkinan terserang penyakit cacing pita kecil sekali.
Penyakit ini disebabkan oleh cacing pita yang umumnya termasuk dalam golongan Dipylidium dan Echinococcus.

Cacing Dipylidium caninum
Bentuk cacing ini seperti pita panjang berbuku-buku. Cacing dewasa terdapat dalam usus halus anjing dan kucing, kadang-kadang terdapat pada usus manusia terutama anak-anak. Proglottida (buku-buku atau ruas-ruas) yang di dalamnya berisi telur cacing terlepas dan keluar bersama tinja dan kadang-kadang proglottida ini melekat di sekitar anus, bentuknya seperti biji mentimun.
Kutu anjing (Trichodectes canis dan larva pinjal anjing (Ctenoephalides canis) memakan telur-telur cacing yang melekat di sekitar anus dan bulu anjing. Di dalam saluran pencernaan, kutu dan pinjal telur-telur cacing ini akan menetas berimigrasi dan berdiam dalam tubuh kutu dan pinjal sebagai kista (cysticercoid) yang berekor dan infektif.
Penularan kepada anjing, kucing dan anak-anak terjadi karena anjing, kucing dan anak-anak menelan kutu atau pinjal dewasa yang tubuhnya mengandung cysticercoid.
Dalam usus anjing cysticercoids tadi berkembang menjadi cacing pita dewasa dalam waktu 3 minggu.

Cacing Echinococcus granulosus
Cacing ini mempunyai 3 sampai 5 ruas, cacing ini termasuk cacing yang berukuran pendek. Cacing dewasa terdapat dalam usus halus anjing, serigala, fox dan beberapa binatang liar pemakan daging.

Penyakit Cacing Tambang (Ancylostomiasis)        
Penyakit ini merupakan penyakit cacingan yang paling banyak menyerang anjing dewasa dan menimbulkan kerugian.
Hampir semua anjing dewasa mengidap penyakit ini dengan jumlah bervariasi dengan derajat gangguan penyakitnya yang bervariasi juga. Penyakit cacing tambang biasanya bersifat kronis dan kematian anjing umumnya disebabkan oleh adanya infeksi sekunder baik oleh bakteri maupun virus.
Gejala yang menciri dari penyakit ini adalah nafsu makan turun, lesu, pucat, anemia, bulu kusam, mata berair, bila diikuti infeksi sekunder terlihat mencret berlendir dan berdarah dan radang paru-paru.
Penyakit ini disebabkan oleh golongan cacing Ancylostoma sp, biasa disebut cacing tambang atau gelang.

Cacing tambang selalu menyerang pada usus halus, menghisap darah dan meninggalkan jejas, menimbulkan radang pada usus halus dan pendarahan sehingga mengakibatkan mencret berdarah.
Bila telur cacing tambang menetas, larva cacing yang infektif dapat menembus kulit, mengikuti aliran darah sampai ke hati dan paru-paru. Bila anjing batuk cacing akan tertelan masuk ke perut kemudian berdiam di usus halus, dan selanjutnya di usus cacing menjadi dewasa.
Larva cacing juga dapat masuk ke dalam kelenjar air susu induk sehingga waktu induk anjing menyusui akan menularkan pada anaknya yang menyusu.
Larva cacing dapat pula menular melalui makanan yang tertelan anjing lewat pencemaran pada alas kandang, tempat makanan dan minuman.

Penyakit Cacing Ascaris
Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang termasuk dalam golongan Toxocara. Penyakit cacing anjing atau dikenal sebagai Ascariasis adalah penyakit cacing bulat banyak menyerang anak anjing terutama yang berumur 1 sampai 5 bulan, dimana hampir semua anak anjing terserang cacing Ascaris.
Akibat serangan cacing ini tergantung besar kecilnya jumlah cacing yang menyerang dan menimbulkan gejala nyata. Pada anjing dewasa agak lebih tahan terhadap penyakit cacingan.
Pada anak anjing yang menderita batuk-batuk, telah diobati tetapi tidak sembuh-sembuh maka perlu dicurigai terserang cacingan karena terdapat larva pada paru-parunya. Hamper 80% pemeriksaan kotoran anak anjing mengandung telur cacing Ascaris.

Penularan biasanya melalui telur cacing yang tanpa sengaja tertelan karena telur cacing mencemari tempat makanan dan minuman, kandang dan lain-lain.
Penularan juga dapat melalui induk semasa dalam masa kebuntingan, dan pada waktu anak lahir sudah tertular cacingan.
Proses penularan pertama kali melalui telur tertelan, kemudian telur menetas dalam perut. Cacing ini berusaha menembus dinding usus lalu masuk ke dalam saluran darah dan mengikuti aliran darah sampai di hati.
Di hati cacing ini berusaha menembus hati dan berusaha mencapai paru-paru, melalui aliran darah paru-paru memecah pembuluh darah kapiler kemudian masuk sampai ke kantung udara paru-paru. Cacing ini terus melanjutkan perjalanannya ke saluran pernafasan atas mencapai kerongkongan dan akhirnya tertelan kembali masuk ke perut dan menjadi dewasa di dalam usus.
Dalam usus cacing ini berkembang biak dan juga menimbulkan gangguan pada usus. Parah tidaknya gangguan penyakit tersebut tergantung dari banyak tidaknya cacing yang terdapat dalam usus tersebut. Makin banyak cacing dalam perut makin parah gangguannya.

Cacing Jantung (Dirofilaria immitis)
Dirofilaria immitis khususnya pada anjing telah banyak diketahui dan dilaporkan, baik yang menyangkut epidemiologi, sifat penyakit, siklus hidup dan penularan, sifat antigen, interaksi parasit dan inang, teknik diagnostic dan terapi pengobatannya.
Nematoda Filaria, Dirofilaria immitis dikenal juga sebagai Filaria sanguinis atau Dirofilaria lousianensis, merupakan suatu cacing dari genus Dirofilaria penyebab Canine Heartworm Disease (CHD) pada anjing dan Human Pulmonary Dirofilariasis (HPD) atau Tropical Pulmonary Iosinophilia pada manusia.
Cacing dewasa ini umumnya terdapat pada anjing hampir di seluruh dunia, khususnya di daerah subtropis dan tropis. Infeksi alami pada anjing sehat diawali oleh gigitan nyamuk Anopheles dan Culex yang membawa larva microfilaria infektif stadium 3 (L3).
Larva tersebut kemudian berkembang di dalam jaringan subkutan dan fasia intramuskuler penderita selama kurang lebih 2 bulan kemudian menjadi bentuk “immature” dan mulai migrasi ke ventrikel kanan jantung dan arteri pulmonalis. Pematangan atau maturitas cacing terjadi setelah 6-8 bulan pascainfeksi. Cacing betina menjadi cacing dewasa dan menghasilkan microfilaria yang dapat ditemukan dalam darah.

Canine Parvovirus
Canine parvovirus merupakan penyakit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.

Penyakit ini disebabkan oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal, polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm.

Penularan penyakit biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ limfoid.

Pada percobaan laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi.

Peningkatan antibodi serum memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan pemulihan kesehatan individu.
Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.

Penularan umumnya melalui jalur mulut-anus, yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang, pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan intra-uterine.

Rabies
Penyakit Rabies adalah penyakit menular dan bersifat zoonosis, dapat menulari manusia melalui gigitan hewan perantara yang terinfeksi rabies (HPR). Hewan penderita rabies menyerang apa saja yang ada di dekatnya, termasuk manusia yang dianggap mengganggu. Rabies ini menyerang susunan syaraf pusat yang ditandai dengan gejala syaraf, photopobia, agresif, hydrophobia dan biasanya diakhiri kematian. Semua hewan berdarah panas termasuk manusia sangat peka terhadap virus ini.

Penyebab rabies adalah virus yaitu genus Rhabdovirus. Rabies menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur yang mengandung virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut masuk ke dalam tubuh menuju otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar ludah melalui syaraf sentrifugal serta ke pancreas.

Gejala penyakit rabies dapat dikelompokkan menjadi 3 stadium penyakit, yaitu
Stadium I (taraf prodromal atau melankolik)
Pada stadium ini anjing terlihat berubah sifat dari biasanya. Anjing yang biasanya lincah tiba-tiba menjadi pendiam, pada yang tenang menjadi gelisah, menjadi penakut, bersifat dingin tetapi agresif.
Kadang-kadang terlihat lemas, malas, nafsu makan berkurang, temperatur tubuh agak naik, senang bersembunyi ditempat gelap dan teduh. Tidak menurut perintah atau panggilan pemiliknya. Terlihat geram (gigi mengkerut-kerut seperti mau menggigit sesuatu, kadang lari kian kemari bila terkejut berusaha menggigit.

Stadium II (taraf eksitasi)
Pada stadium ini anjing menjadi lebih agresif, dan gejala klinis dapat berubah dalam setengah hari sampai tiga hari, gejala iritasi berubah menjadi kegeraman. Takut sinar dan air, senang bersembunyi di bawah kolong, senang memakan benda-benda asing (misalnya: besi, kayu, batu, jerami, dll). Bila dirantai akan berusaha berontak menggigit rantai agar bisa lepas, menggonggong dan suaranya berubah lebih parau, kadang-kadang suaranya seperti lolongan serigala, karena terjadi kelumpuhan ototnya, kesulitan menelan.

Bila anjing itu lepas dia akan melarikan diri dan berjalan terus sepanjang hari dan bila diganggu akan menyerang apa saja, berakhir dengan kelelahan dan sempoyongan. Kejang-kejang, telinga lebih kaku, ekor menjadi lebih kaku dan menjulur ke bawah selangkang.

Stadium III (taraf paralisis)
Stadium ini ditandai dengan kelumpuhan yang berlanjut pada otot bagian kepala sehingga terlihat mulut saling menutup, lidah terjulur terus sehingga air liurnya selalu menetes, menggantung dan berbusa, mata menjadi agak juling atau melotot, kelumpuhan berlanjut pada otot-otot tubuh sehingga terlihat sempoyongan, kejang-kejang, koma dan antara 2-4 hari kemudian mati karena kelumpuhan pada otot pernafasannya.

Bila anjing dicurigai menderita rabies, maka anjing jangan dipegang. Dalam banyak hal gejala klinis tidak lengkap, 20% kejadian stadium eksitasi atau tidak terlihat/sangat pendek dan stadium paralisis mulai terlihat tanpa gejala-gejala yang mendahuluinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar