Canine parvovirus
merupakan penyakit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang
tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi
terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.
Penyebab
Penyakit ini disebabkan
oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV
merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal,
polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm.
Patogenesa
Penularan penyakit
biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah
mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok
Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran
darah, misalnya tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada
organ-organ limfoid.
Pada percobaan
laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi
diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya
dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada
hari ke-4 dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi.
Peningkatan antibodi serum
memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan
pemulihan kesehatan individu.
Epidemiologi
Infeksi CFV pada anjing
ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan
Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.
Cara penularan
Penularan umumnya melalui
jalur mulut-anus, yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan
tercemar seperti kandang, pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi
juga dapat dihasilkan melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah
dan intra-uterine.
Morbiditas dan mortalitas
Morbiditas CPV enteritis
umumnya tinggi namun mortalitasnya rendah. Pada anjing-anjing muda
mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada anjing dewasa 1-2 %.
Pada CPV miokarditis yang
pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka mortalitas dan
morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya titer antibodi pada
hewan bunting yang mungkin mencegah mereka dari infeksi. Semakin banyak induk
yang memiliki titer antibodi tinggi maka semakin sedikit kasus infeksi yang
muncul pada anjing-anjing muda.
Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat
timbul dari penyakit ini dikenal 2 jenis yaitu enteritis berdarah dan
miokarditis nonsupuratif.
Kematian mendadak pada
anjing berumur di bawah 8 minggu merupakan gejala klinis yang paling sering
ditemukan pada kasus miokarditis non supuratif akut. Kegagalan jantung sub akut
disertai gangguan pernafasan dan seringkali disertai kematian dalam waktu 24-48
jam dapat terjadi pada anjing berumur diatas 8 minggu.
Pada anjing remaja dan
dewasa dapat terjadi kegagalan jantung kongestif disertai kerusakan otot
jantung.
Berdasarkan derajat
keparahannya, CPV enteritis dibedakan atas 3 jenis yaitu sedang, akut dan
perakut.
Mencret dan muntah
disertai bau khas dan perdarahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan
pada anjing penderita. Gejala lainnya berupa lesu, penurunan nafsu makan,
leucopenia, demam dan dehidrasi.
Pada penderita per akut
dapat terjadi kematian segera, sementara pada kasus sedang mungkin terjadi
kesembuhan dalam beberapa minggu. Infeksi menyeluruh yang gejalanya serupa
dengan sindroma ataksik pada kucing namunkejadiannya sangat jarang.
Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa
berdasarkan gejala klinis, patologis, identifikasi virus dan penentuan antibodi
spesifik.
Secara laboratorium,
identifikasi virus dilaksanakan melalui pemanfaatan berbagai metode yang ada
seperti histopatologi, isolasi virus pada biakan sel, uji hemaglutinasi,
pewarna imun, elektronmikroskopi, uji ELISA dan biakan molekuler.
Sementara metode serologi
yang digunakan untuk mendiagnosa CPV meliputi uji hambatan hemaglutinasi,
hemolisis radial, netralisasi, flouresensi, radio imun, fiksasi komplemen dan
presipitasi imun serta ELISA.
Pencegahan dan
pemberantasan
Diare dan muntah secara
berlebihan berpengaruh sangat buruk bagi hewan penderita CPV enteritis. Anjing
seringkali mati karena dehidrasi. Pemberian larutan garam dan gula faali akan
sangat membantu penderita untuk melewati masa kritis yang biasanya berlangsung
2-5 hari.
Pemberian vitamin dan gizi
yang baik, penempatan pasien pada ruangan yang hangat dan nyaman serta
pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder sangat dianjurkan.
Pencegahan dilakukan
melalui desinfeksi alat dan bahan tercemar, perbaikan status gizi dan kesehatan
hewan serta pelaksanaan program imunisasi secara teratur. Penggunaan formalin,
fenol dan Na-hipoklorit untuk fumigasi atau penyemprotan dapat menekan kasus
infeksi baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar